Sabtu, 23 November 2013

Sabtu, 23/11/2013 16:03 WIB

18 Ribu Orang Dievakuasi Usai Ledakan Pipa Minyak di China

Rita Uli Hutapea - detikNews
foto: Reuters
Beijing, - Sekitar 18 ribu orang dievakuasi dari kota pantai di China menyusul ledakan jalur pipa minyak yang menewaskan puluhan orang. Ledakan ini memicu asap hitam tebal yang membumbung ke angkasa.

Ledakan pipa minyak yang terjadi di kota Qingdao, provinsi Shandong itu membuat retak jalan-jalan. Pasokan air, gas dan listrik di sejumlah bagian di kota tersebut juga terganggu akibat ledakan yang terjadi pada Jumat, 22 November pagi waktu setempat.

Belum diketahui alasan evakuasi warga tersebut. Namun diduga ini terkait dengan kemungkinan adanya emisi zat-zat beracun akibat ledakan. Para siswa dari sekolah-sekolah di dekat kota tersebut dan warga setempat telah dibagikan masker.

"Monitoring lingkungan menunjukkan bahwa konsentrasi material beracun masih dalam standar nasional," demikian diberitakan media China, Global Times seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (23/11/2013).

Saat ini, 47 orang dipastikan tewas dalam insiden tersebut. Lebih dari 100 orang lainnya terluka, termasuk puluhan orang di antaranya yang mengalami luka-luka parah.

Jalur pipa ini dimiliki oleh perusahaan minyak negara Sinopec. Ledakan ini terjadi beberapa jam setelah terjadi kebocoran di pipa itu. Saat ledakan terjadi, sejumlah pekerja sedang meninjau untuk memperbaiki kebocoran itu. Meski demikian, penyebab pasti ledakan masih dalam penyelidikan.

Presiden China Xi Jinping telah menyerukan pihak berwenang untuk bergerak cepat menyelamatkan korban yang masih bisa diselamatkan. Minyak yang bocor diupayakan agar tidak mengalir ke laut.

China mempunyai rekam jejak yang buruk terhadap keselamatan industri. Praktik korupsi dan suap diduga menjadikan perusahaan-perusahaan di negara itu bisa beroperasi melanggar standar. Sekitar 28.000 orang telah tewas atau hilang lantaran kecelakaan kerja selama paruh pertama tahun ini.
Jumat, 22/11/2013 09:59 WIB

Gillard: Abbott Harus Berjanji Penyadapan Presiden RI Tak Terulang Lagi

Rita Uli Hutapea - detikNews
Canberra, - Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott terus disorot terkait isu penyadapan telepon Presiden SBY. Mantan PM Australia Julia Gillard pun angkat bicara mengenai kasus ini.

Menurut Gillard, PM Abbott seharusnya berjanji tak akan menyadap presiden Indonesia lagi di masa mendatang.

Hal tersebut disampaikan mantan pemimpin Australia itu dalam wawancara dengan CNN seperti dilansir News.com.au, Jumat (22/11/2013).

Dalam wawancara itu, Gillard ditanyai tentang reaksinya mengenai ketegangan antara Australia dan Indonesia sehubungan dengan mencuatnya isu penyadapan. Dikatakan Gillard, tidaklah pantas bagi dirinya untuk berkomentar mengenai masalah intelijen.

Namun dia mendukung cara Presiden Amerika Serikat Barack Obama menangani isu penyadapan terhadap Kanselir Jerman Angela Merkel.

"Jika dia (Obama) sadar bahwa dia tidak mengizinkan itu (penyadapan), dan dia tentunya bisa mengatakan bahwa itu tak akan terjadi lagi di masa mendatang," tutur Gillard kepada CNN.

"Dan menurut saya, itu respons yang semestinya dari Australia untuk Indonesia di waktu yang sangat sulit ini," tandas Gillard.

Gillard menuturkan, semua pemerintahan memang perlu mengumpulkan informasi intelijen untuk membantu mencegah serangan-serangan teroris. Namun harus ada batasan-batasan yang tak boleh dilakukan pihak intelijen.

Sabtu, 16 November 2013